Pramugari Garuda Indonesia Duduk 'Membeku' Ketakutan, Peluru Kopassus Berhamburan Dalam Pesawat
Pramugari Garuda Indonesia hanya bisa duduk membeku ketakutan ketika Kopassus mendobrak masuk. Sesaat kemudian, peluru berhamburan di dalam pesawat.
Menjadi seorang pramugari, bukan hanya berbekal cantik. Perlu keberanian dan mental kuat menjalankan tugas.
Tugas utama pramugari atau pramugara bukan hanya melayani dan membuat nyaman. Ada tugas penting menjaga keselamatan penumpang dan siap siaga dalam keadaan darurat selama perjalanan udara.
Ini seperti yang terjadi saat operasi pembebasan sandera di pesawat Garuda Woyla.
Pramugari Garuda Indonesia menyaksikan sendiri peluru berhamburan di dalam pesawat. Saat itu, anggota Kopassandha (sekarang Kopassus) menyerbu masuk teroris yang membajak pesawat.
DC-9 terbang
Kisah berawal saat pesawat Garuda Indonesia Penerbangan 206, DC-9 Woyla dari Jakarta tujuan Medan dibajak dan dibawa ke Thailand pada 28 Maret 1981.
Para teroris berencana membawa pesawat tersebut ke Libya.
Teroris menuntut uang tebusan dan pembebasan kawan-kawan mereka yang telah tertangkap.
Pada 29 Maret, 35 anggota Komando Pasukan Sandi Yudha ( Kopassandha) meninggalkan Indonesia menggunakan pesawat DC-10 yang disewa. Tujuan mereka ke Bandara Don Muag di Thailand.
Pasukan itu mengemban misi khusus untuk melumpuhkan para teroris yang menyandera 36 penumpang pesawat DC-9 Woyla.
Para anggota pasukan elite TNI ini hanya mengenakan pakaian sipil.
Tujuan penggunaan pesawat DC-10 karena terdapat kemungkinan bahwa pelaku akan menerbangkan pesawat tersebut sampai ke Libya.
Sampai di Thailand persiapan dilakukan. Latihan terakhir telah usai.
Trik Sintong pura-pura gagal
Ketua Tim Operasi Letkol Sintong Panjaitan sempat "menipu" anak buahnya sebelum operasi digelar.
Berpura-pura operasi gagal, Sintong meminta semua anak buahnya tidur.
Ini semata-mata dilakukan agar anak buahnya cukup istirahat dan segar saat melakukan operasi berbahaya ini.
Dan waktunya tiba. Pada tengah malam, 31 Maret sekira pukul 02.30, seluruh pasukan dibangunkan.
Prajurit bersenjata itu mendekati pesawat.
Berpakaian loreng dan mengenakan baret merah kebanggaan Kopassus, mereka telah siap tempur.
Sebagian pasukan menyandang senapan serbu H&K MP5 SD-2 kaliber 9 Mm. Para tentara Kopassus ini siap menyergap teroris.
Pelaku penyanderaan telah teridentifikasi, ada enam orang.
Belakangan, identitas mereka diketahui. Yaitu Abdullah Mulyono, Wendy Mohammad Zein, Zulfikar, Mahrizal dan Abu Sofyan. Kelimanya tewas ditembak mati saat operasi.
Tim telah dibagi. Ada tim merah, tim biru dan tim hijau.
Digembleng Keras oleh Kolonel Moeng, Sosok Ini Disegani Karena Misi Berbahaya & Jadi Danjen Kopassus
Pramugari Garuda Indonesia Pacaran dengan Anggota Kopassus, Sang Suami Akhirnya Jadi Jenderal TNI
Mereka merencanakan agar Tim Merah dan Tim Biru memanjat ke sayap pesawat dan menunggu di pintu samping.
Tim Hijau akan masuk lewat pintu belakang.
Semua tim akan masuk ketika kode diberikan.
Pada pukul 02.43, tim Komando Angkatan Udara Thailand ikut bergerak ke landasan, menunggu di landasan agar tidak ada teroris yang lolos.\
Kode untuk masuk diberikan, ketiga tim masuk, dengan Tim Hijau
Saat penyerbuan ke dalam pesawat, Achmad Kirang berada di tim hijau. Kirang diikuti Pembantu Letnan Dua Pontas Lumban Tobing.
Tim hijau itu mendobrak pintu pesawat DC-9 Garuda Woyla dan menyergap masuk melalui pintu belakang.
Dua orang yang belum bisa membedakan mana pembajak dan mana penumpang itu dengan gagah berani menyergap masuk.
Penyergapan itu berisiko, karena pembajak sudah siap menghamburkan pelurunya kepada penerobos yang akan membebaskan sandera.
Setelah penyergapan dari pintu utama dilakukan dan anggota teroris satu per satu dilumpuhkan, seorang bintara yang berdiri di atas tangga lipat menekan tombol tangga hidrolik. Tangga itu untuk menurunkan tangga pintu belakang pesawat secara elektrik.
Proses turunnya tangga belakang pesawat yang memakan waktu, memberi kesempatan bagi pembajak yang duduk di bagian belakang kanan pesawat untuk bersiap menembak.
Begitu tangga turun, Achmad Kirang selaku Penyergap-1, diikuti Penyergap-2 Pembantu Letnan Dua Pontas Lumban Tobing, bergerak cepat menaiki anak tangga pesawat untuk menyerbu masuk.
Ketika Achmad Kirang muncul di dalam kabin pesawat, pembajak yang belakangan diketahui bernama Mahrizal melepaskan tembakan pistol ke arahnya.
Kirang terkena tembakan pistol pada bagian perut di atas kemaluan. Bagian itu tidak terlindungi rompi anti peluru.
Prajurit Kopassandha yang penuh pengalaman tempur dan Pemegang Sabuk Hitam Karateka Dan-I itu langsung jatuh tersungkur.
Rompi anti peluru yang dikenakan Kirang bukan yang versi militer, sehingga hanya melindungi bagian badan sampai ke pinggang.
Tak berhenti menembak Kirang, Mahrizal juga menghamburkan peluru untuk Pontas.
Akibatnya, penyergap-2 yang menyusul di belakang capa Kirang juga terkena tembakan di dada. Tetapi tembakan itu hanya mengenai rompi anti peluru yang dikenakan.
Pontas hanya mengalami memar di balik rompi anti pelurunya.
Kemudian, Pontas membalas tembakan pembajak yang berada di dekat pramugari itu menggunakan tembakan semi-otomatik H&K MP5 SD-2.
Tembakan itu langsung melumpuhkan teroris.
Teroris itu tersungkur bersandar pada bahu pramugari yang membeku ketakutan di sampingnya.
Mahrizal menembak dan mengenai Achmad Kirang, seorang anggota Tim Hijau.
Sepertinya, Mahrizal merupakan teroris yang paling keras memberikan perlawanan. Selain menembak Achmad Kirang. Tembakan Mahrizal juga mengenai rekan Ahmad Kirang.
Pasukan Komando segera membalas. Mahrizal tewas di dekat pramugari.
Aksi tim biru dan tim merah juga mendapat perlawanan.
Di dalam pesawat, tim bertemu dengan Zulfikar, teroris yang sempat melemparkan granat. Beruntung, granat tersebut tak meledak karena saat dilemparkan pin pemicunya belum dibuka secara sempurna.
Lalu anggota tim menembak dan melukainya sebelum dia sempat keluar.
Sementara itu, Abdullah Mulyono sempat berusaha merebut senjata anggota Kopassus.
Namun upaya tersebut tidak berhasil, pelaku teror ini ditendang keluar pesawat dan lansung disambut rentetan peluru pasukan Komando yang telah disiagakan di luar pesawat.
Nasib serupa, tertembus peluru, juga dialami Wendy Mohammad Zein. Dia berhasil dilumpuhkan ditembak di dekat pintu darurat.
Para penumpang kemudian disuruh keluar.
Upacara pemakaman Kapten Pilot GA “Woyla” Herman Rante yang dihadiri oleh rekan-rekan dan krew awak pesawat Woyla. Kapten Herman Rante ditembak salah satu teroris dalam serangan tersebut akhirnya meninggal di Rumah Sakit di Bangkok beberapa hari setelah insiden tersebut. Beliau dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. (Pict: ©1981 by Kompas)
Namun, satu diantara pelaku yang bernama Abu Sofyan juga turut turun dengan berpura-pura sebagai penumpang.
Abu Sofyan teridentifikasi setelah penumpang yang mengenalinya memberikan kode kepada pasukan Komando yang berada di landasan.
Abu Sofyan yang berlari menjauhi pesawat langsung ditembak.
Imran bin Muhammad Zein, pimpinan teroris, selamat dalam peristiwa baku tembak tersebut. Dia ditangkap Kopassus.
Evakuasi yang luka-luka
Dalam waktu singkat, pasukan lain yang berada di luar pesawat melakukan evakuasi medik terhadap Kirang yang masih sadar, namun mengalami luka-luka tembak menuju Daerah Persiapan 1.
Tim medis juga mencoba menyelamatkan pilot pesawat DC-9 Woyla, Kapten Herman Rante, yang ditembak teroris dalam serangan tersebut.
Dalam aksi kilat tiga menit tersebut, Calon Perwira Achmad Kirang juga mesti gugur mengorbankan nyawanya demi keselamatan para penumpang.
Sedangkan pilot pesawat Garuda Kapten Herman Rante meninggal di Rumah Sakit di Bangkok beberapa hari setelah kejadian tersebut.
Kedua korban peristiwa terorisme ini kemudian dimakamkan di TMP Kalibata.
Pesan Sintong
Dalam briefing terakhir kepada Capa Kirang, Sintong memerintahkan, “Kirang, setelah ketiga pintu terbuka, kamu masuk terakhir. Kalau pembajak ke situ, kamu ndak usah tergesa-gesa.”
Menurut evaluasi Sintong, Kirang terlalu cepat berlari menaiki tangga. Hal itu disebabkan sifat prajurit Komando yang penuh pengalaman tempur itu, sangat agresif.
Ketika masuk, Kirang langsung berhadapan dengan pembajak yang berada di belakang dengan sikap siap menembak.
Firasat gugurnya Achmad Kirang sudah dirasakan rekannya.
Mereka menceritakan Ahmad Kirang sempat menukar rompi antipeluru dengan yang lebih pendek, karena merasa tidak nyaman.
Barangkali, memang sudah menjadi takdirnya gugur di medan laga menjalankan tugas.
Nama Achmad Kirang menjadi pahlawan bagi Kopassus.
Di kampung halamannya, di jantung Kota Mamuju, Sulbar, dibuat Monumen Ahmad Kirang. Ahmad Kirang merupakan prajurit TNI kelahiran Mamuju, kebanggaan Sulbar.
Nama Ahcmad Kirang juga diabadikan menjadi lapangan tempat latihan Sat-81 Kopassus di Cijantung, Jakarta Timur.
Mengibarkan bendera Kopassus
Operasi pada 31 Maret 1981 itu hanya berlangsung tiga menit.
Usai operasi yang mencengangkan dunia tersebut, para anggota yang terlibat dianugerahi Bintang Sakti dan dinaikkan pangkatnya satu tingkat. Achmad Kirang yang gugur di dalam operasi terebut dinaikkan pangkatnya dua tingkat, menjadi menjadi letnan satu anumerta.
Operasi pembebasan sandera DC-9 Woyla mengangkat nama Kopassus TNI AD ke jajaran pasukan elite dunia. Tak ada satu pun sandera yang terluka dalam misi ini. Lima orang pembajak berhasil ditembak mati.
Keberhasilan ini membuat dunia tercengang karena tak menyangka pasukan Indonesia bisa melakukan operasi khusus yang selama ini baru dilakukan militer negara maju.
Siapkan 17 peti mati
Belakangan terungkap, tak cuma negara lain yang ragu dengan peluang keberhasilan operasi.
Kepala Operasi, Letjen Benny Moerdani, pun memperkirakan keberhasilan timnya hanya 50:50.
Benny ternyata menyiapkan 17 peti mati dalam operasi itu.
Hal itu sesuai dengan perkiraan Benny bakal jatuh banyak korban dalam misi pembebasan sandera.
Perkiraan ternyata meleset, karena usai operasi hanya dibutuhkan lima peti jenazah, itupun diperuntukkan bagi para pelaku teror.
Tulisan ini dikutip dari buku Sintong Panjaitan: Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando, penulis Hendro Subroto, Penerbit Buku Kompas, 2009.
Artikel ini telah tayang di Tribunjambi.com dengan judul Pramugari Garuda Indonesia Duduk 'Membeku' Ketakutan, Peluru Kopassus Berhamburan Dalam Pesawat, http://jambi.tribunnews.com/2019/02/11/pramugari-garuda-indonesia-duduk-membeku-ketakutan-peluru-kopassus-berhamburan-dalam-pesawat?page=4.
Editor: duanto
Menjadi seorang pramugari, bukan hanya berbekal cantik. Perlu keberanian dan mental kuat menjalankan tugas.
Tugas utama pramugari atau pramugara bukan hanya melayani dan membuat nyaman. Ada tugas penting menjaga keselamatan penumpang dan siap siaga dalam keadaan darurat selama perjalanan udara.
Ini seperti yang terjadi saat operasi pembebasan sandera di pesawat Garuda Woyla.
Pramugari Garuda Indonesia menyaksikan sendiri peluru berhamburan di dalam pesawat. Saat itu, anggota Kopassandha (sekarang Kopassus) menyerbu masuk teroris yang membajak pesawat.
DC-9 terbang
Kisah berawal saat pesawat Garuda Indonesia Penerbangan 206, DC-9 Woyla dari Jakarta tujuan Medan dibajak dan dibawa ke Thailand pada 28 Maret 1981.
Para teroris berencana membawa pesawat tersebut ke Libya.
Teroris menuntut uang tebusan dan pembebasan kawan-kawan mereka yang telah tertangkap.
Pada 29 Maret, 35 anggota Komando Pasukan Sandi Yudha ( Kopassandha) meninggalkan Indonesia menggunakan pesawat DC-10 yang disewa. Tujuan mereka ke Bandara Don Muag di Thailand.
Pasukan itu mengemban misi khusus untuk melumpuhkan para teroris yang menyandera 36 penumpang pesawat DC-9 Woyla.
Para anggota pasukan elite TNI ini hanya mengenakan pakaian sipil.
Tujuan penggunaan pesawat DC-10 karena terdapat kemungkinan bahwa pelaku akan menerbangkan pesawat tersebut sampai ke Libya.
Sampai di Thailand persiapan dilakukan. Latihan terakhir telah usai.
Trik Sintong pura-pura gagal
Ketua Tim Operasi Letkol Sintong Panjaitan sempat "menipu" anak buahnya sebelum operasi digelar.
Berpura-pura operasi gagal, Sintong meminta semua anak buahnya tidur.
Ini semata-mata dilakukan agar anak buahnya cukup istirahat dan segar saat melakukan operasi berbahaya ini.
Dan waktunya tiba. Pada tengah malam, 31 Maret sekira pukul 02.30, seluruh pasukan dibangunkan.
Prajurit bersenjata itu mendekati pesawat.
Berpakaian loreng dan mengenakan baret merah kebanggaan Kopassus, mereka telah siap tempur.
Sebagian pasukan menyandang senapan serbu H&K MP5 SD-2 kaliber 9 Mm. Para tentara Kopassus ini siap menyergap teroris.
Pelaku penyanderaan telah teridentifikasi, ada enam orang.
Belakangan, identitas mereka diketahui. Yaitu Abdullah Mulyono, Wendy Mohammad Zein, Zulfikar, Mahrizal dan Abu Sofyan. Kelimanya tewas ditembak mati saat operasi.
Tim telah dibagi. Ada tim merah, tim biru dan tim hijau.
Digembleng Keras oleh Kolonel Moeng, Sosok Ini Disegani Karena Misi Berbahaya & Jadi Danjen Kopassus
Pramugari Garuda Indonesia Pacaran dengan Anggota Kopassus, Sang Suami Akhirnya Jadi Jenderal TNI
Mereka merencanakan agar Tim Merah dan Tim Biru memanjat ke sayap pesawat dan menunggu di pintu samping.
Tim Hijau akan masuk lewat pintu belakang.
Semua tim akan masuk ketika kode diberikan.
Pada pukul 02.43, tim Komando Angkatan Udara Thailand ikut bergerak ke landasan, menunggu di landasan agar tidak ada teroris yang lolos.\
Kode untuk masuk diberikan, ketiga tim masuk, dengan Tim Hijau
Saat penyerbuan ke dalam pesawat, Achmad Kirang berada di tim hijau. Kirang diikuti Pembantu Letnan Dua Pontas Lumban Tobing.
Tim hijau itu mendobrak pintu pesawat DC-9 Garuda Woyla dan menyergap masuk melalui pintu belakang.
Dua orang yang belum bisa membedakan mana pembajak dan mana penumpang itu dengan gagah berani menyergap masuk.
Penyergapan itu berisiko, karena pembajak sudah siap menghamburkan pelurunya kepada penerobos yang akan membebaskan sandera.
Setelah penyergapan dari pintu utama dilakukan dan anggota teroris satu per satu dilumpuhkan, seorang bintara yang berdiri di atas tangga lipat menekan tombol tangga hidrolik. Tangga itu untuk menurunkan tangga pintu belakang pesawat secara elektrik.
Proses turunnya tangga belakang pesawat yang memakan waktu, memberi kesempatan bagi pembajak yang duduk di bagian belakang kanan pesawat untuk bersiap menembak.
Begitu tangga turun, Achmad Kirang selaku Penyergap-1, diikuti Penyergap-2 Pembantu Letnan Dua Pontas Lumban Tobing, bergerak cepat menaiki anak tangga pesawat untuk menyerbu masuk.
Ketika Achmad Kirang muncul di dalam kabin pesawat, pembajak yang belakangan diketahui bernama Mahrizal melepaskan tembakan pistol ke arahnya.
Kirang terkena tembakan pistol pada bagian perut di atas kemaluan. Bagian itu tidak terlindungi rompi anti peluru.
Prajurit Kopassandha yang penuh pengalaman tempur dan Pemegang Sabuk Hitam Karateka Dan-I itu langsung jatuh tersungkur.
Rompi anti peluru yang dikenakan Kirang bukan yang versi militer, sehingga hanya melindungi bagian badan sampai ke pinggang.
Tak berhenti menembak Kirang, Mahrizal juga menghamburkan peluru untuk Pontas.
Akibatnya, penyergap-2 yang menyusul di belakang capa Kirang juga terkena tembakan di dada. Tetapi tembakan itu hanya mengenai rompi anti peluru yang dikenakan.
Pontas hanya mengalami memar di balik rompi anti pelurunya.
Kemudian, Pontas membalas tembakan pembajak yang berada di dekat pramugari itu menggunakan tembakan semi-otomatik H&K MP5 SD-2.
Tembakan itu langsung melumpuhkan teroris.
Teroris itu tersungkur bersandar pada bahu pramugari yang membeku ketakutan di sampingnya.
Mahrizal menembak dan mengenai Achmad Kirang, seorang anggota Tim Hijau.
Sepertinya, Mahrizal merupakan teroris yang paling keras memberikan perlawanan. Selain menembak Achmad Kirang. Tembakan Mahrizal juga mengenai rekan Ahmad Kirang.
Pasukan Komando segera membalas. Mahrizal tewas di dekat pramugari.
Aksi tim biru dan tim merah juga mendapat perlawanan.
Di dalam pesawat, tim bertemu dengan Zulfikar, teroris yang sempat melemparkan granat. Beruntung, granat tersebut tak meledak karena saat dilemparkan pin pemicunya belum dibuka secara sempurna.
Lalu anggota tim menembak dan melukainya sebelum dia sempat keluar.
Sementara itu, Abdullah Mulyono sempat berusaha merebut senjata anggota Kopassus.
Namun upaya tersebut tidak berhasil, pelaku teror ini ditendang keluar pesawat dan lansung disambut rentetan peluru pasukan Komando yang telah disiagakan di luar pesawat.
Nasib serupa, tertembus peluru, juga dialami Wendy Mohammad Zein. Dia berhasil dilumpuhkan ditembak di dekat pintu darurat.
Para penumpang kemudian disuruh keluar.
Upacara pemakaman Kapten Pilot GA “Woyla” Herman Rante yang dihadiri oleh rekan-rekan dan krew awak pesawat Woyla. Kapten Herman Rante ditembak salah satu teroris dalam serangan tersebut akhirnya meninggal di Rumah Sakit di Bangkok beberapa hari setelah insiden tersebut. Beliau dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. (Pict: ©1981 by Kompas)
Namun, satu diantara pelaku yang bernama Abu Sofyan juga turut turun dengan berpura-pura sebagai penumpang.
Abu Sofyan teridentifikasi setelah penumpang yang mengenalinya memberikan kode kepada pasukan Komando yang berada di landasan.
Abu Sofyan yang berlari menjauhi pesawat langsung ditembak.
Imran bin Muhammad Zein, pimpinan teroris, selamat dalam peristiwa baku tembak tersebut. Dia ditangkap Kopassus.
Evakuasi yang luka-luka
Dalam waktu singkat, pasukan lain yang berada di luar pesawat melakukan evakuasi medik terhadap Kirang yang masih sadar, namun mengalami luka-luka tembak menuju Daerah Persiapan 1.
Tim medis juga mencoba menyelamatkan pilot pesawat DC-9 Woyla, Kapten Herman Rante, yang ditembak teroris dalam serangan tersebut.
Dalam aksi kilat tiga menit tersebut, Calon Perwira Achmad Kirang juga mesti gugur mengorbankan nyawanya demi keselamatan para penumpang.
Sedangkan pilot pesawat Garuda Kapten Herman Rante meninggal di Rumah Sakit di Bangkok beberapa hari setelah kejadian tersebut.
Kedua korban peristiwa terorisme ini kemudian dimakamkan di TMP Kalibata.
Pesan Sintong
Dalam briefing terakhir kepada Capa Kirang, Sintong memerintahkan, “Kirang, setelah ketiga pintu terbuka, kamu masuk terakhir. Kalau pembajak ke situ, kamu ndak usah tergesa-gesa.”
Menurut evaluasi Sintong, Kirang terlalu cepat berlari menaiki tangga. Hal itu disebabkan sifat prajurit Komando yang penuh pengalaman tempur itu, sangat agresif.
Ketika masuk, Kirang langsung berhadapan dengan pembajak yang berada di belakang dengan sikap siap menembak.
Firasat gugurnya Achmad Kirang sudah dirasakan rekannya.
Mereka menceritakan Ahmad Kirang sempat menukar rompi antipeluru dengan yang lebih pendek, karena merasa tidak nyaman.
Barangkali, memang sudah menjadi takdirnya gugur di medan laga menjalankan tugas.
Nama Achmad Kirang menjadi pahlawan bagi Kopassus.
Di kampung halamannya, di jantung Kota Mamuju, Sulbar, dibuat Monumen Ahmad Kirang. Ahmad Kirang merupakan prajurit TNI kelahiran Mamuju, kebanggaan Sulbar.
Nama Ahcmad Kirang juga diabadikan menjadi lapangan tempat latihan Sat-81 Kopassus di Cijantung, Jakarta Timur.
Mengibarkan bendera Kopassus
Operasi pada 31 Maret 1981 itu hanya berlangsung tiga menit.
Usai operasi yang mencengangkan dunia tersebut, para anggota yang terlibat dianugerahi Bintang Sakti dan dinaikkan pangkatnya satu tingkat. Achmad Kirang yang gugur di dalam operasi terebut dinaikkan pangkatnya dua tingkat, menjadi menjadi letnan satu anumerta.
Operasi pembebasan sandera DC-9 Woyla mengangkat nama Kopassus TNI AD ke jajaran pasukan elite dunia. Tak ada satu pun sandera yang terluka dalam misi ini. Lima orang pembajak berhasil ditembak mati.
Keberhasilan ini membuat dunia tercengang karena tak menyangka pasukan Indonesia bisa melakukan operasi khusus yang selama ini baru dilakukan militer negara maju.
Siapkan 17 peti mati
Belakangan terungkap, tak cuma negara lain yang ragu dengan peluang keberhasilan operasi.
Kepala Operasi, Letjen Benny Moerdani, pun memperkirakan keberhasilan timnya hanya 50:50.
Benny ternyata menyiapkan 17 peti mati dalam operasi itu.
Hal itu sesuai dengan perkiraan Benny bakal jatuh banyak korban dalam misi pembebasan sandera.
Perkiraan ternyata meleset, karena usai operasi hanya dibutuhkan lima peti jenazah, itupun diperuntukkan bagi para pelaku teror.
Tulisan ini dikutip dari buku Sintong Panjaitan: Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando, penulis Hendro Subroto, Penerbit Buku Kompas, 2009.
Artikel ini telah tayang di Tribunjambi.com dengan judul Pramugari Garuda Indonesia Duduk 'Membeku' Ketakutan, Peluru Kopassus Berhamburan Dalam Pesawat, http://jambi.tribunnews.com/2019/02/11/pramugari-garuda-indonesia-duduk-membeku-ketakutan-peluru-kopassus-berhamburan-dalam-pesawat?page=4.
Editor: duanto
BERITA LENGKAP DI HALAMAN BERIKUTNYA
Halaman Berikutnya
0 Response to "Pramugari Garuda Indonesia Duduk 'Membeku' Ketakutan, Peluru Kopassus Berhamburan Dalam Pesawat"
Posting Komentar